Original Caption : Pemain Timnas Indonesia U-19, Evan Dimas Darmono (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)
VIVAbola
- Nama Evan Dimas semakin melambung pasca kemenangan 3-2 Timnas Garuda
U-19 atas Tim Korea Selatan di laga terakhir Kualifikasi Piala Asia U-19
2004. Pasalnya Evan Dimas yang menyandang ban kapten memborong tiga gol
kemenangan Indonesia di laga penentuan tersebut.
Aksi gemilang
Evan Dimas Darmono berbuah kegembiraan dan haru bagi para pecinta
sepakbola Indonesia. Salah satunya di desa asal kelahiran Evan di desa
Ngemplak, Sambikerep, Surabaya Barat. Sejumlah warga memberikan selamat
kepada kedua orang tua Evan, pasangan Condro Darmono dan Ana.
"Selamat,
selamat Evan pemain yang baik dan telah membawa harum nama sepakbola
Indonesia," ucap salah satu warga sambil mencium dan menyalami Ana, ibu
Evan. Ana pun menyambut uluran tangan semua warga sambil terisak menyeka
air mata di pipinya.
Kepada VIVAbola, Ana mengungkapkan
bagaimana Evan dari kecil sudah senang bermain bola. Sejak masih berumur
4 tahun dia selalu minta dibelikan bola. Menginjak kelas dua sekolah
dasar, lelaki anak pertama dari empat bersaudara pasangan Condro Darmono
dan Ana itu lebih sering berada di tanah lapang dekat rumahnya.
"Sejak
kecil dia itu selalu bermain di lapangan, dia memang senang bermain
sepak bola," kata Ana mengawali ceritanya. Maklum, sekitar kampung di
pinggiran barat kota Surabaya itu masih banyak sawah dan tegalan tadah
hujan. Itu memungkinkan Evan dan teman sebayanya memiliki banyak
kesempatan bermain, utamanya sepak bola.
Kemudian, menginjak
kelas empat, Evan minta dimasukkan sekolah sepak bola. Sebagai orang tua
perempuan, awalnya ibunya sempat melarang. Ibu rumah tangga itu tak
ingin anaknya 'babak belur' dan sering jatuh akibat bermain bola.
"Tapi,
kemauannya yang keras, kami tak kuasa melarang," aku Ana. Sejak itu
Evan didaftarkan di SSB Sakti di Jalan Bogowonto, komplek TNI-AL di
Surabaya. Di tengah rutinitas sebagai pelajar SDN Made I, Evan kecil
kemudian hanyut dengan jadwal SSB.
Disebutkan Ana, jadwal
latihannya, Kamis sore jam 15.00 WIB, Sabtu dan hari Minggu pagi dimulai
jam 06.00 WIB. Tak jarang Evan Dimas rela berangkat sendiri jika
bapaknya yang bekerja sebagai Satpam di Komplek Perumahan Citra Raya
sedang bertugas.
Tidak ada sepeda motor yang dipakai untuk
mengantar. Selain itu, Evan juga tergolong anak yang berani, sesekali
diantar ibunya dengan naik sepeda angin (sepeda pancal-Jawa), kemudian
dilanjutkan dengan naik bemo.
"Anak itu (Evan), tatag (tidak
punya rasa takut) meski berangkat sendiri. Saya hanya mengantar sampai
di mulut gang, setelah itu dia naik bemo (angkot) ke Lapangan Sakti di
Bogowonto," cerita sang ibu.
Kurang lebih tiga tahun belajar di
SSB Sakti Bogowonto, Evan yang saat itu kelas enam dan akan masuk SMP
minta pindah ke SSB Mitra Surabaya, yang jaraknya lebih jauh. Tempat
latihannya, di dekat Kampus Unesa. "Saat itu, dia sudah berumur 11
tahun, sekolahnya di Madrasah Tsanawiyah di Lakarsanti," jelas Ana.
Di
tempat SSB yang baru, Evan makin mantap mendapatkan gemblengan teknik
bermain sepak bola. Jadwal berlatihnya kamis, sabtu dan minggu.
"Tempatnya di Lapangan Poral di Lidah Wetan, SSB Mitra Surabaya sampai
sekarang," kata Ana.
Ikut Sejumlah TurnamenPrestasinya
mulai terlihat. Saat itulah, lanjut Ana, anak pertamanya itu mulai
sibuk bermain sepak bola sampai keluar pulau. Kepiawaiannya di lapangan
hijau mulai diperhitungkan. Terbukti, saat itu Evan kerap di ikut
sejumlah kompetisi. Baik antar kabupaten kota se-Jawa Timur juga tak
jarang mengikuti turnamen mewakili Provinsi Jatim yang digelar sejumlah
kota di luar Jawa.
"Banyak sekali turnamen yang kemudian
diikuti. Seperti turnamen yang diadakan oleh Mitco, di tahun 2009.
Kemudian, turnamen antar klub se-Jatim, dan kelompoknya mendapat juara
satu," ungkap paman Evan, Hari. Hari dikenal sebagai bapak angkat Evan.
Ekonominya yang lebih mapan, Hari sering membantu memenuhi kebutuhan
Evan.
Prestasi lainnya terus diukir, Evan juga tercatat pernah
menjuarai sepakbola remaja tingkat provinsi se Jatim, dengan mendapat
juara pertama. Kemudian, di tahun 2010, kakak dari Tirsa Dian Maulana,
Hanif Fathurrahman dan Faridah Noviana itu dinyatakan lolos seleksi PON
tahun 2010.
Itu berlanjut dengan mengikuti PON di Palembang
tahun 2012. Kemudian lolos mengikuti tim U-19 yang diberangkatkan ke
Spanyol untuk seleksi di
Barcelona dan Hongkong. Disebutkan, saat tanding di Hongkong, tim yang di kawal Evan juga menang dengan predikat juara satu.
Di
tahun 2013, Evan kembali dinyatakan lolos seleksi dan masuk ke AFF
untuk Tim Nasional Garuda. Arek Surabaya yang lahir dan besar di kampung
pinggiran Kota Surabaya itu pun masuk TC dan mendapat pelatihan nonstop
di Jogyakarta.
"Masuk disitu (TC), dia tidak pulang selama dua
bulan, saat lebaran juga tidak pulang. Dia hanya telepon kalau latihan
terus selama dua bulan," ujar ibunya.
Mengiringi perjalanan
anaknya Evan di sepak bola, Ana semakin rajin berdoa, dia minta apa yang
diinginkan Evan diminta untuk diijabahi. "Sebagai orang tua saya senang
dan saya terus berdoa, berharap karir Evan terus memuncak dan
sekolahnya lancar sampai selesai. Karena itu akan membawa nama baik
bangsa dan negara," ujar Ana.
Tidak Ada FirasatAna
bercerita, anak pertamanya Evan lahir di hari Senin, malam tepat di jam
24.00 WIB, tanggal 13 Maret 1995. "Saya ndak merasa ada firasat apa-apa
kalau saat ini Evan menjadi pemain sepakbola yang dikenal seluruh
Indonesia," ucap Ana.
Ana menceritakan Evan lahir di rumah,
tidak di kamar bersalin atau di rumah sakit. "Janin Evan "kebrojolan"
(lahir sendiri) di rumah tanpa pertolongan bidan. Saat itu suami saya
sedang kerja, ibu saya yang kemudian memotong tali pusar," urai Ana.
Evan
kecil lahir dengan berat 2 kilogram lebih 6 ons. Ditanya pernah ngidam
apa saat mengandung Evan, Ana menyebut sangat menyukai makan kepiting.
Hampir setiap saat, makan selalu minta lauk kepiting.
Soal
sekolah Evan Dimas, dikatakan oleh ibunya juga biasa-biasa saja. Tidak
pintar juga tidak termasuk siswa yang bodoh. Tetapi, kegemaran bermain
sepak bola terus menjadi. Hampir setiap hari, Evan yang disebutkan
pendiam itu baju seragamnya tidak pernah bersih kalau pulang sekolah.
Sore
harinya dan pagi, hampir setiap hari selalu dihaniskan di lapangan
untuk bermain sepakbola bersama teman-temannya di kampung. "Sejak kecil,
Evan itu hiper, berani dan banyak tingkah tidak punya rasa takut
bermain apapun, padahal saya ibunya sangat takut kalau dia itu main
loncat-loncatan," katanya.
Evan, menamatkan SDN Made I, Madrasah
Tsanawiyah Lakarsantri, SMA Safta di Lontar, kemudian saat ini tercatat
kuliah di Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, semester III
Jurusan Administrasi Negara.
Masih cerita Ana, Evan sejak kecil
suka makan sayur bayam bumbu kunci atau (sayur bening-Bhasa Jawa),
ikannya pindang dan, lainnya nasi rawon. "Dapat dipastikan kalau pulang
ia selalu minta dibuatkan sayur bening (bayam) ikannya pindang dibumbu
mangga (bumbu rujak). Itu kesukaan dia, makannya bisa sampai nambah dua
kali," kata wanita itu.